Bang! Ngapain di situ? Di sini saja! Ikannya lebih banyak!”
ajak Bang Kirdun bersemangat.
“Yah saya mah sudah enak nyari di sini!” jawab Bang Hamid
dengan seru juga.
Bang Kirdun dan Bang Hamid adalah pencari ikan yang sangat
ramai jikalau berada di sekitar empang dan rawa gabus.Mereka tidak akan
menyerah sebelum mendapatkan apa yang mereka cari. Mereka akan terus berusaha
dan bersemangat.
Sementara di dalam rawa.
Sementara di dalam rawa.
“Ya ampuun … gawat, gawat, gawat!” Ucap seluruh penghuni
rawa.
“Kita harus pindah nih!” Ucap seekor udang yang bernama Ebi.
“Wah, betul tuh,ayo ayo!” Ajak seekor sepat yang bernama
Sepati.
Akhirnya mereka memutuskan untuk bersembunyi saja di bawah
rerumputan rerumputan kangkung yang ada di dalam rawa itu. Tapi perasaan takut
masih menyelimuti mereka. Mereka tidak akan rela jika salah satu penduduk atau
ikan-ikan di rawa itu terjebak ke dalam tangkapan manusia yang sering berada di
rawa itu.
“Teman, kita tidak boleh lagi kehilangan saudara kita lagi!”
ucap si Ebi cemas.
“Iya betul, aku setuju!” ucap si Sepati.
“Tapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa!Kita hanya bisa
menghindar dan bersembunyi. Bagaimana ini?” tanya si Ebi dengan nafas
tersenggal-senggal.
“Kamu itu Bi, kamu yang memberi pendapat tapi kamu juga yang
bertanya, membuat bingung saja!” ucap Sepati dengan penuh tanda tanya di
kepalanya.
Mereka mengetahui, pasti selalu saja ada korban dalam
kejadian ini. Mereka sangat membenci manusia, walaupun mereka tidak mengetahui
apa alasan manusia menangkap bangsa mereka.
Bang Kirdun dan Bang hamid masing-masing memiliki satu orang
istri dan dua orang anak. Mereka hidup dengan kesederhanaan. Mungkin mereka
tidak akan bisa makan jikalau Bang kirdun dan Bang Hamid tidak mencari ikan di
rawa. Bagi mereka rawa adalah mata pencahariannya yang sangat membantu. Mereka
sangat bergantung pada rawa. Hingga mereka tidak pernah patah semangat. Putra
Bang Kirdun dan Bang Hamid juga sangat suka membantu mereka mencari ikan. Ikan
yang sering mereka dapat adalah ikan gabus, karena bagi mereka rasa ikan gabus
setelah di masak itu lezat sekali. Maka dari itu mereka lebih suka menangkap
ikan gabus walaupun terkadang itu sangat sulit.
Keesokan harinya di rawa gabus …
“Bi, menurut aku di rawa ini yang lebih sering terkena
jebakkan manusia adalah bangsa ikan gabus. Kita seharusnya juga membantu bangsa
gabus”, ucap Sepati dengan bijaksana.
“Iya juga sih, betul tuh, oke deh. Mulai sekarang kita harus
lebih mengutamakan keselamatan bangsa gabus, kasihan mereka.” ucap Ebi dengan
semangat yang berkobar.
Sementara di pinggir rawa…
Seperti biasanya Bang Kirdun dan Bang Hamid pagi-pagi sudah
berada di pinggir rawa xgabus. Kali ini mereka menggunakan jaring untuk
menangkap ikan dan bukan dengan cara menangkap seperti hari hari kemarin karena
mereka sudah mengetahui bahwa cara kemarin tidak bagus lagi.
“Ayo Mid, kita mencari ikan lagi. Dengan cara kali ini pasti
kita akan mendapat ikan yang lebih banyak dari pada kemarin!” ajak bang kirdun
dengan semangat.
“Ayo! Siapa takut, kita cari ikan sampai habis!” ucap bang
hamid dengan gagah.
Bang Hamid dan bang Kirdun melempar jaring mereka ke
tengah-tengah rawa.
Di dalam rawa …
“Wah Pat, manusia-manusia itu tidak lagi menggunakan tangan
mereka untuk menangkap kita, melainkan menggunakan jaring,lebih gawat dari
kemarin!” ucap Udang Ebi dengan cemas.
“Wah, iya tuh Bi, betul. Kita sebaiknya di sini saja, sambil
mengawasi jangan sampai ada ikan-ikan yang lewat daerah ini untuk sekarang
sekarang!” timpal Ikan Sepati.
Akan tetapi baru saja mereka selesai bicara, ada seekor ikan
gabus yang ingin pergi ke ujung rawa, sedangkan di ujung rawa ada Bang Kirdun
dan Bang Hamid yang sedang sibuk menggelar jaring sampai ada ikan yang masuk ke
dalam jaring itu.
“Jangan, awas!” teriak udang Ebi.
“Hai Gabus, jangan ke arah ujung rawa, bahaya!” ucap Ikan
Sepati dengan nafas terengah-engah.
Tapi ikan gabus itu tidak menengok bahkan tidak memberi
respon kepada Ebi dan Sepati, ia tetap berenang menuju ujung rawa.
“Awaaaaaaaas!” teriak sepati dan ebi bersamaan, mereka
langsung berenang menghampiri si gabus.
“Ayo-ayo Bi, cepat!” ucap sepati.
“Tolong tolong, aku tersangkut!” ucap si gabus dengan rasa
takut. Ia langsung teringat akan saudara-saudaranya yang sudah tiada karena
tertangkap oleh tangan manusia. Hingga ia tidak sadar bahwa dirinya berada
dalam keadaan yang membahayakan dirinnya juga. Tetapi Ebi dan Sepati tetap
mendatangi si gabus untuk menolong.
“Ayo cepat, kamu jangan melamun,keadaan kamu dalam bahaya.”
Ucap sepati sambil melepaskan ekor gabus dari jebakan jaring.
“Ayo…kita harus cepat, kalau tidak kita semua bisa
terperangkap dalam jaring ini.” Ucap Ebi dangan tergesa-gesa.
Hingga Sepati tidak sadar bahwa ekornya juga tersangkut di
dalam jaring.
“Aduuuuuh ekorku, kalian berdua pergi duluan saja, jangan
sampai kalian kena lagi.” Ucap Sepati dengan ikhlas.
Walaupun Sepati berbicara seperti itu, si gabus dan si udang
Ebi tidak akan meninggalkan Sepati. Si Gabus akan lebih merasa bersalah jikalau
dirinya terbebas tetapi temannya terperangkap. Sementara itu, Bang Kirdun dan
Bang Hamid sudah ingin menarik kembali jaring mereka.
“Bang Hamid, ayo cepat! Keburu ikannya lolos lagi!” ucap Bang
Kirdun dengan tegas.
Di dalam rawa…
Si udang Ebi dan si gabus tetap berusaha melepaskan Sepati.
Padahal Sepati sudah tertarik-tarik oleh jaring Bang Kirdun dan Bang Hamid.
Tetapi mereka harus bisa.
“Ayoooooo…. Ayo tarik tangan ku.” Ucap sepati.
Mereka terus menarik hingga sepati terbebas dari jaring itu.
Rasa bahagia, terharu, senang dan sedih, menyelimuti mereka.
“Ya ya ya, syukurlah, kira semua sudah bebas!” Ucap si udang
Ebi.
“Iya ya, senangnyaaa” Ucap Sepati dalam keadaan nafas
terengah-engah.
“Oh iya, terimakasih yaaa, kalian sudah menolongku, tanpa
kalian mungkin aku sudah menjadi gabus goreng yang lezat di atas sana. Sekali
lagi aku ucapkan terimakasih banyak ya.” Ucap si gabus.
“Iya sama-sama, tanpa bantuan mu, aku juga tidak akan lepas
dari jaring tadi.” Ucap Sepati.
“Oh iya,sampai lupa,kita kan belum kenalan.Perkenalkan nama
ku gabus.Kalian bisa memanggilku Busi.” Ucap si gabus.
“Busi? lucu juga panggilanmu, oke nama ku Sepati dan ini
temanku namanya Ebi.” Ucap Sepati dengan seru.
“Kalian berani ya padahal kalian hanya berdua, saudara atau
keluarga kalian kemana?” tanya si Gabusi.
“Keluarga kami sudah tidak ada, itu semua juga karena mereka
terjebak dalam tangkapan manusia.” Ucap Sepati dengan sedih.
“Keluargaku juga tidak ada, mereka juga terjebak dalam tangan
manusia, karena manusia-manusia itu sangat menyukai ikan gabus. Kalian tahu
tidak, rawa ini kan di namakan rawa gabus. Karena sebagaian besar, rawa ini di
huni oleh bangsaku.” Cerita Gabusi.
“Oh, seperti itu ya, aku baru tahu.” Ucap si Ebi.
“Aku juga.” Ucap Sepati ikut nimbrung.
Mereka bertiga merasa bahwa mereka memiliki nasib yng sama.
Sampai akhirnya Ebi dan Sepati mengajak Gabusi supaya bersama mereka saja.
Gabusi merasa bahwa dirinya sangat beruntung.Walaupun saudara dan keluarganya
sudah tidak ada.Ia mendapatkan teman baru bahkan sahabat.Karena mereka sudah
saling tolong-menolong. Akhirnya Sepati si ikan sepat, Ebi si udang dan Gabusi
si ikan gabus bersahabat.Mereka berjanji akan selalu menjaga rawa tempat mereka
tinggal.Dan mereka akan selalu siap menolong siapapun ikan yang terjebak oleh
perangkap manusia.
Sementara di atas rawa …
Setelah Bang Kirdun dan Bang Hamid menarik kembali jaring
mereka. Mereka tidak melihat seekor pun ikan atau udang. Yang mereka dapatkan
hanya tanaman kangkung yang hidup di rawa itu.
“Aduuuuuuh bang, kita tidak mendapatkan apa-apa, ada apa
ini?” Tanya Bang Kirdun dengan tanda tanya besar.
“Tidak tahu ini, kok tumben ya? Yang kita dapat hanya tanaman
kangkung. Apa mungkin ikan-ikan di rawa gabus ini sudah habis oleh kita?” Tanya
Bang Hamid.
“Oh iya, bagaimana kalau kita mulai sekarang mencari kangkung
saja, yang dengan mudah kita dapatkan!” Usul Bang Kirdun dengan seru.
“Oke boleh, usul bagus tuh!” Ucap Bang Hamid dengan seru
juga.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti mencari ikan gabus
dan berpindah menjadi pencari kangkung. Yang mungkin dapat mereka jual di
pasar. Mereka juga tidak perlu mencari makan, karena kangkung juga bisa di
masak. Putra mereka yang sebelumnya juga suka mencari ikan gabus dan dijadikan
makanan, mereka pindah menyukai masakan sayur kangkung. Hobi mereka untuk
mencari ikan juga terhentikan. Karena menurut mereka ikan gabus di rawa itu
sudah tidak ada bahkan sudah habis. Tetapi mereka tetap bahagia dengan apa yang
di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena hal itu pasti lebih baik dari pada
sebelumnya.
Wah seru kan ceritanaya sobat ajeng;s lovers