Jumat, 19 Oktober 2012

DONGENG SI IKAN GABUS


Bang! Ngapain di situ? Di sini saja! Ikannya lebih banyak!” ajak Bang Kirdun bersemangat.
“Yah saya mah sudah enak nyari di sini!” jawab Bang Hamid dengan seru juga.
Bang Kirdun dan Bang Hamid adalah pencari ikan yang sangat ramai jikalau berada di sekitar empang dan rawa gabus.Mereka tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang mereka cari. Mereka akan terus berusaha dan bersemangat.

Sementara di dalam rawa.
“Ya ampuun … gawat, gawat, gawat!” Ucap seluruh penghuni rawa.
“Kita harus pindah nih!” Ucap seekor udang yang bernama Ebi.
“Wah, betul tuh,ayo ayo!” Ajak seekor sepat yang bernama Sepati.
Akhirnya mereka memutuskan untuk bersembunyi saja di bawah rerumputan rerumputan kangkung yang ada di dalam rawa itu. Tapi perasaan takut masih menyelimuti mereka. Mereka tidak akan rela jika salah satu penduduk atau ikan-ikan di rawa itu terjebak ke dalam tangkapan manusia yang sering berada di rawa itu.
“Teman, kita tidak boleh lagi kehilangan saudara kita lagi!” ucap si Ebi cemas.
“Iya betul, aku setuju!” ucap si Sepati.
“Tapi, kita tidak bisa berbuat apa-apa!Kita hanya bisa menghindar dan bersembunyi. Bagaimana ini?” tanya si Ebi dengan nafas tersenggal-senggal.
“Kamu itu Bi, kamu yang memberi pendapat tapi kamu juga yang bertanya, membuat bingung saja!” ucap Sepati dengan penuh tanda tanya di kepalanya.
Mereka mengetahui, pasti selalu saja ada korban dalam kejadian ini. Mereka sangat membenci manusia, walaupun mereka tidak mengetahui apa alasan manusia menangkap bangsa mereka.
Bang Kirdun dan Bang hamid masing-masing memiliki satu orang istri dan dua orang anak. Mereka hidup dengan kesederhanaan. Mungkin mereka tidak akan bisa makan jikalau Bang kirdun dan Bang Hamid tidak mencari ikan di rawa. Bagi mereka rawa adalah mata pencahariannya yang sangat membantu. Mereka sangat bergantung pada rawa. Hingga mereka tidak pernah patah semangat. Putra Bang Kirdun dan Bang Hamid juga sangat suka membantu mereka mencari ikan. Ikan yang sering mereka dapat adalah ikan gabus, karena bagi mereka rasa ikan gabus setelah di masak itu lezat sekali. Maka dari itu mereka lebih suka menangkap ikan gabus walaupun terkadang itu sangat sulit.
Keesokan harinya di rawa gabus …
“Bi, menurut aku di rawa ini yang lebih sering terkena jebakkan manusia adalah bangsa ikan gabus. Kita seharusnya juga membantu bangsa gabus”, ucap Sepati dengan bijaksana.
“Iya juga sih, betul tuh, oke deh. Mulai sekarang kita harus lebih mengutamakan keselamatan bangsa gabus, kasihan mereka.” ucap Ebi dengan semangat yang berkobar.
Sementara di pinggir rawa…
Seperti biasanya Bang Kirdun dan Bang Hamid pagi-pagi sudah berada di pinggir rawa xgabus. Kali ini mereka menggunakan jaring untuk menangkap ikan dan bukan dengan cara menangkap seperti hari hari kemarin karena mereka sudah mengetahui bahwa cara kemarin tidak bagus lagi.
“Ayo Mid, kita mencari ikan lagi. Dengan cara kali ini pasti kita akan mendapat ikan yang lebih banyak dari pada kemarin!” ajak bang kirdun dengan semangat.
“Ayo! Siapa takut, kita cari ikan sampai habis!” ucap bang hamid dengan gagah.
Bang Hamid dan bang Kirdun melempar jaring mereka ke tengah-tengah rawa.
Di dalam rawa …
“Wah Pat, manusia-manusia itu tidak lagi menggunakan tangan mereka untuk menangkap kita, melainkan menggunakan jaring,lebih gawat dari kemarin!” ucap Udang Ebi dengan cemas.
“Wah, iya tuh Bi, betul. Kita sebaiknya di sini saja, sambil mengawasi jangan sampai ada ikan-ikan yang lewat daerah ini untuk sekarang sekarang!” timpal Ikan Sepati.
Akan tetapi baru saja mereka selesai bicara, ada seekor ikan gabus yang ingin pergi ke ujung rawa, sedangkan di ujung rawa ada Bang Kirdun dan Bang Hamid yang sedang sibuk menggelar jaring sampai ada ikan yang masuk ke dalam jaring itu.
“Jangan, awas!” teriak udang Ebi.
“Hai Gabus, jangan ke arah ujung rawa, bahaya!” ucap Ikan Sepati dengan nafas terengah-engah.
Tapi ikan gabus itu tidak menengok bahkan tidak memberi respon kepada Ebi dan Sepati, ia tetap berenang menuju ujung rawa.
“Awaaaaaaaas!” teriak sepati dan ebi bersamaan, mereka langsung berenang menghampiri si gabus.
“Ayo-ayo Bi, cepat!” ucap sepati.
“Tolong tolong, aku tersangkut!” ucap si gabus dengan rasa takut. Ia langsung teringat akan saudara-saudaranya yang sudah tiada karena tertangkap oleh tangan manusia. Hingga ia tidak sadar bahwa dirinya berada dalam keadaan yang membahayakan dirinnya juga. Tetapi Ebi dan Sepati tetap mendatangi si gabus untuk menolong.
“Ayo cepat, kamu jangan melamun,keadaan kamu dalam bahaya.” Ucap sepati sambil melepaskan ekor gabus dari jebakan jaring.
“Ayo…kita harus cepat, kalau tidak kita semua bisa terperangkap dalam jaring ini.” Ucap Ebi dangan tergesa-gesa.
Hingga Sepati tidak sadar bahwa ekornya juga tersangkut di dalam jaring.
“Aduuuuuh ekorku, kalian berdua pergi duluan saja, jangan sampai kalian kena lagi.” Ucap Sepati dengan ikhlas.
Walaupun Sepati berbicara seperti itu, si gabus dan si udang Ebi tidak akan meninggalkan Sepati. Si Gabus akan lebih merasa bersalah jikalau dirinya terbebas tetapi temannya terperangkap. Sementara itu, Bang Kirdun dan Bang Hamid sudah ingin menarik kembali jaring mereka.
“Bang Hamid, ayo cepat! Keburu ikannya lolos lagi!” ucap Bang Kirdun dengan tegas.
Di dalam rawa…
Si udang Ebi dan si gabus tetap berusaha melepaskan Sepati. Padahal Sepati sudah tertarik-tarik oleh jaring Bang Kirdun dan Bang Hamid. Tetapi mereka harus bisa.
“Ayoooooo…. Ayo tarik tangan ku.” Ucap sepati.
Mereka terus menarik hingga sepati terbebas dari jaring itu.
Rasa bahagia, terharu, senang dan sedih, menyelimuti mereka.
“Ya ya ya, syukurlah, kira semua sudah bebas!” Ucap si udang Ebi.
“Iya ya, senangnyaaa” Ucap Sepati dalam keadaan nafas terengah-engah.
“Oh iya, terimakasih yaaa, kalian sudah menolongku, tanpa kalian mungkin aku sudah menjadi gabus goreng yang lezat di atas sana. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih banyak ya.” Ucap si gabus.
“Iya sama-sama, tanpa bantuan mu, aku juga tidak akan lepas dari jaring tadi.” Ucap Sepati.
“Oh iya,sampai lupa,kita kan belum kenalan.Perkenalkan nama ku gabus.Kalian bisa memanggilku Busi.” Ucap si gabus.
“Busi? lucu juga panggilanmu, oke nama ku Sepati dan ini temanku namanya Ebi.” Ucap Sepati dengan seru.
“Kalian berani ya padahal kalian hanya berdua, saudara atau keluarga kalian kemana?” tanya si Gabusi.
“Keluarga kami sudah tidak ada, itu semua juga karena mereka terjebak dalam tangkapan manusia.” Ucap Sepati dengan sedih.
“Keluargaku juga tidak ada, mereka juga terjebak dalam tangan manusia, karena manusia-manusia itu sangat menyukai ikan gabus. Kalian tahu tidak, rawa ini kan di namakan rawa gabus. Karena sebagaian besar, rawa ini di huni oleh bangsaku.” Cerita Gabusi.
“Oh, seperti itu ya, aku baru tahu.” Ucap si Ebi.
“Aku juga.” Ucap Sepati ikut nimbrung.
Mereka bertiga merasa bahwa mereka memiliki nasib yng sama. Sampai akhirnya Ebi dan Sepati mengajak Gabusi supaya bersama mereka saja. Gabusi merasa bahwa dirinya sangat beruntung.Walaupun saudara dan keluarganya sudah tidak ada.Ia mendapatkan teman baru bahkan sahabat.Karena mereka sudah saling tolong-menolong. Akhirnya Sepati si ikan sepat, Ebi si udang dan Gabusi si ikan gabus bersahabat.Mereka berjanji akan selalu menjaga rawa tempat mereka tinggal.Dan mereka akan selalu siap menolong siapapun ikan yang terjebak oleh perangkap manusia.
Sementara di atas rawa …
Setelah Bang Kirdun dan Bang Hamid menarik kembali jaring mereka. Mereka tidak melihat seekor pun ikan atau udang. Yang mereka dapatkan hanya tanaman kangkung yang hidup di rawa itu.
“Aduuuuuuh bang, kita tidak mendapatkan apa-apa, ada apa ini?” Tanya Bang Kirdun dengan tanda tanya besar.
“Tidak tahu ini, kok tumben ya? Yang kita dapat hanya tanaman kangkung. Apa mungkin ikan-ikan di rawa gabus ini sudah habis oleh kita?” Tanya Bang Hamid.
“Oh iya, bagaimana kalau kita mulai sekarang mencari kangkung saja, yang dengan mudah kita dapatkan!” Usul Bang Kirdun dengan seru.
“Oke boleh, usul bagus tuh!” Ucap Bang Hamid dengan seru juga.
Akhirnya mereka memutuskan untuk berhenti mencari ikan gabus dan berpindah menjadi pencari kangkung. Yang mungkin dapat mereka jual di pasar. Mereka juga tidak perlu mencari makan, karena kangkung juga bisa di masak. Putra mereka yang sebelumnya juga suka mencari ikan gabus dan dijadikan makanan, mereka pindah menyukai masakan sayur kangkung. Hobi mereka untuk mencari ikan juga terhentikan. Karena menurut mereka ikan gabus di rawa itu sudah tidak ada bahkan sudah habis. Tetapi mereka tetap bahagia dengan apa yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Karena hal itu pasti lebih baik dari pada sebelumnya.
Wah seru kan ceritanaya sobat ajeng;s lovers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar